Sunday 14 August 2011

BELAJAR TOLERANSI BERAGAMA DARI KEPOLISIAN

Oleh: Abdul Basit

Pembangunan rumah ibadah di suatu daerah merupakan hal yang biasa. Tetapi ada hal yang berbeda dan menarik dari pembangunan rumah ibadah di Sekolah Polisi Negara (SPN) Purwokerto. Menurut penuturan kepala SPN Purwokerto, saat meresmikan pembangunan masjid Nurul Ikhlas pertengahan Juli lalu, pembangunan masjid di kompleks SPN dibangun oleh para donatur dan tenaga yang berasal dari umat Islam dan umat beragama lainnya. Mulai dari peletakan batu pertama hingga selesainya pembangunan masjid, dilakukan kerjasama antar umat beragama. Bahkan, alat pengeras suara yang ada di masjid pun didesain supaya tidak mengganggu rumah ibadah yang ada di sebelah kiri dan kanan yaitu Gereja dan Pura. Karena pembangunan Gereja dan Pura pun juga tidak hanya dilakukan oleh penganut Kristen dan Hindu saja, melainkan oleh umat beragama lain, termasuk umat Islam.
Pengalaman dalam membangun rumah ibadah semacam itu merupakan modal dasar yang kuat untuk membangun toleransi antar umat beragama. Kenyataan yang telah terjadi di masyarakat, ada pembangunan rumah ibadah suatu agama digagalkan oleh umat agama lain disebabkan karena adanya jurang pemisah antara agama yang satu dengan agama yang lain. Kecurigaan dan antipati terhadap agama lain merupakan faktor utama yang menyebabkan para pemeluk agama berupaya untuk menghalangi pembangunan rumah ibadah.
Sementara, dengan berbekal pengalaman bersama dalam membangun rumah ibadah, maka para pemeluk agama yang ada di lingkungan tersebut merasa memiliki rumah ibadah. Meskipun demikian, dalam persoalan ibadah, masing-masing melakukan sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Tidak mungkin mereka akan mencampurbaurkan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Bagi kamu agamamu dan bagiku agamaku (lakum diinukum waliyadiin), itulah prinsip dan semangat yang harus dipegang teguh.
Semangat toleransi beragama semacam itulah yang ingin ditanamkan kepada para anggota polisi, kata kepala SPN Purwokerto, Kombes Didik Andiono. Pembangunan toleransi beragama harus dimulai dari hal-hal yang mendasar terlebih dahulu, yakni kebersamaan antar pemeluk agama. Semangat kebersamaan merupakan potensi dasar yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial. Sejak lahir ke dunia ini manusia sudah membutuhkan bantuan orang lain dan secara naluriah orang lain pun bersedia membantunya. Bantuan tidak mengenal perbedaan dari sisi adat, suku, ras dan agama. Semangat membantu dan kebersamaan semacam itulah yang seharusnya tidak hilang dari diri seorang pemeluk agama ketika dalam realitasnya ia berbeda-beda dalam memeluk agama.
Gagasan untuk membangun toleransi beragama di kalangan polisi ini patut diapresiasi dan didukung sepenuhnya oleh berbagai elemen masyarakat dan para pemeluk agama. Apalagi gagasan ini berangkat dari SPN yang nota bene sebagai lembaga yang mendidik para anggota polisi yang profesional. SPN memiliki tanggung jawab besar untuk meningkatkan citra dan profesionalisme jajaran kepolisian.
Setidaknya, ada tiga implikasi positif yang dapat ditindaklanjuti dari gagasan tersebut: Pertama, secara internal jajaran kepolisian harus melakukan proses pendidikan yang tidak hanya menyentuh aspek fisik dan intelektual saja, melainkan juga aspek sosial, emosional dan spiritual. Selain itu, polisi juga perlu dilatih melalui pendidikan life skill (ketrampilan hidup) secara langsung di masyarakat. Tujuannya agar polisi lebih mengenal dan memahami masyarakat dan sebaliknya masyarakat juga lebih mengetahui kedudukan dan peran polisi di masyarakat. Adanya saling memahami antara polisi dengan masyarakat akan menimbulkan hubungan yang harmonis antar keduanya.
Konsepsi pendidikan tersebut sesuai dengan konsepsi pendidikan yang dikembangkan oleh UNESCO, bahwa pendidikan tidak sekedar mengenalkan pengetahuan kepada peserta didik (learning to know), tetapi peserta didik perlu dimotivasi untuk melakukan sendiri dalam proses pengembangan ilmu (lerning to do) dan merubah dirinya menjadi manusia yang lebih berguna (learning to be) dan bisa hidup bersama di masyarakat dengan baik (learning to life together).
Kedua, semangat toleransi beragama dan kebersamaan yang ditanamkan polisi pada saat pendidikan, hendaknya diwujudkan ketika mereka berkiprah di masyarakat. Kesan ekslusif dan hanya ada di masyarakat pada saat ada masalah, hendaknya dibuang jauh-jauh. Polisi perlu berbaur dan berinteraksi secara intensif dengan masyarakat. Dengan cara tersebut, sikap kebersamaan dan toleransi beragama yang dimiliki oleh Polisi dapat dikembangkan di masyarakat dan secara perlahan dapat merubah citra negatif polisi di masyarakat.
Ketiga, masyarakat perlu mengapresiasi gagasan toleransi beragama yang dikembangkan oleh polisi. Citra negatif yang melekat pada polisi hendaknya disingkirkan dari pandangan masyarakat. Sebagai pemeluk agama yang baik, masyarakat hendaknya mampu berpikir positif (positive thinking) terhadap gagasan atau masukan dari orang atau lembaga lain. Dengan berpikir positif akan lahir persepsi, sikap dan tindakan yang baik. Betapa banyak kerusuhan, tindakan anarkis dan penghancuran rumah ibadah disebabkan karena adanya pikiran yang sempit dan negatif terhadap orang lain. Mengingat pola pikir seseorang merupakan faktor utama dalam pembentukan sikap dan tindakan yang dilakukannya. Jika pola pikirnya positif, maka sikap dan tindakannya pun akan positif dan sebaliknya jika pola pikirnya negatif, akan lahir sikap dan tindakan yang negatif.
Untuk itulah gagasan toleransi beragama yang dibangun dari kerjasama antara pemeluk agama perlu diperluas dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Toleransi tidak hanya dibangun melalui wacana dan dialog antar umat beragama, melainkan perlu diwujudkan dalam kerja-kerja nyata di masyarakat. Kita memiliki problem kemanusiaan yang bersifat universal dan membutuhkan pemecahan dari berbagai pemeluk agama. Kemiskinan, pengangguran, global warming, dan krisis moral merupakan problem kemanusiaan yang sedang dihadapi oleh bangsa dan masyarakat Indonesia. Sudah seharusnya, para pemeluk agama saling bahu membahu dalam mengatasi problem kemanusiaan tersebut. Dan kita juga berharap agar pak polisi terus berkomitmen untuk mengembangkan gagasan toleransi beragama dan kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.