Wednesday 26 February 2014

MEMBENTENGI UMAT DARI PENYIMPANGAN AJARAN AGAMA

Di era modern ini, umat Islam dihadapkan pada berbagai problem kehidupan yang semakin kompleks. Salah satu diantaranya berkaitan dengan krisis pemahaman terhadap ajaran Islam dan praktek keberagamaan yang cenderung bersifat simbolis dan retoris. Dari sisi pemahaman, adanya kecenderungan paham radikal dan fundamentalis telah menghiasi wacana di berbagai media, buku, majalah dan sebagainya. Di satu sisi, Islam dipahami begitu canggih (sophisticated) dan filosofis sehingga semua ajaran serba dirasionalkan. Di sisi lain, ada kecenderungan pemahaman yang rigid (kaku), a historis (tidak mengenal sejarah) dan terkadang bersifat militan serta menyalahkan pemahaman-pemahaman di luar kelompok mereka. Demikian juga, dalam praktek keberagamaan, nilai-nilai ajaran Islam hanya menyentuh pada wilayah-wilayah yang bersifat ubudiyah saja. Keshalehan hanya ada di masjid, majelis taklim, dan tempat-tempat ibadah lain, sementara di pasar, di gedung dewan, di pemerintahan, di kantor, di sekolah dan di tempat-tempat publik, nilai-nilai ajaran Islam diabaikan dan ditinggalkan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi di Indonesia? Memang tidak ada faktor tunggal yang bisa memberikan kejelasan penyebabnya. Bisa jadi karena faktor psikologis, lingkungan, ekonomi, sosial politik dan sebagainya. Dari berbagai faktor tersebut, menurut penulis, ada dua faktor dominan, yaitu faktor sempitnya pemahaman yang dimiliki oleh seorang muslim tentang ajaran agamanya dan kurang istiqomah dalam mempraktekkan ajaran agamanya. Pemahaman merupakan proses mental yang ada pada diri seseorang. Proses ini diawali dari informasi atau pengetahuan yang diterima seseorang dari berbagai sumber, baik melalui proses pengajaran yang dilakukan oleh guru/ustadz atau dengan cara membaca buku, kitab, majalah atau lainnya. Jika informasi atau pengetahuan yang didapat bersifat radikal atau fundamentalis, maka akan berpengaruh terhadap pemahaman keberagamaan seseorang. Kondisi yang terjadi pada masa sekarang ini, banyak dari pemuda atau umat Islam yang memanfaatkan media online (internet) untuk mendapatkan pengetahuan agama. Kyai “google” atau “yahoo” dijadikan sebagai rujukan untuk mencari berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan agama atau tentang ajaran agama. Semuanya didapatkan dengan mudah, tanpa harus berpikir dan susah-susah membaca buku. Terkadang dengan seenaknya mereka meng-copy paste, mengutip dan menjadi rujukan untuk bertindak. Mereka telan mentah-mentah semua informasi yang berasal dari internet, tanpa melakukan konfirmasi dengan rujukan lain atau dengan Ustadz/Kyai secara langsung. Hal yang menyedihkan, ternayata informasi yang ada di dunia maya banyak didominasi oleh paham-paham keagamaan yang radikal dan fundamental. Oleh karena itu, tugas berat umat Islam adalah bagaimana menampilkan wacana Islam moderat di media online dan memperbanyak majelis taklim untuk membentengi generasi muda dan umat Islam dari pemahaman-pemahaman yang keliru. Selain itu, tradisi membaca buku atau kitab hendaknya terus dikembangkan dan dibudayakan di kalangan pemuda dan umat Islam. Dengan banyak membaca, seseorang akan memiliki pengetahuan yang kaya, bisa mengkritisi berbagai informasi yang didapatnya, bersikap bijak dan pada akhirnya dapat memiliki pemahaman agama yang mendalam. Selanjutnya, untuk membentengi umat Islam dari penyimpangan ajaran agama, Allah telah menyatakan agar umat yang telah memeluk Islam perlu istiqomah dalam meyakini dan melaksanakan ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita” (QS. Al-Ahqaf ayat 13) Istiqomah artinya teguh hati, taat asas dan konsisten. Teguh pendirian dalam tauhid artinya istiqomah tidak hanya menyangkut ibadah murni, tetapi juga menyangkut hal keduniawian. Bagaimana dengan keduniaan, apakah kita hanya statis atau jalan di tempat, padahal ciri kemodernan selalu berubah, bahkan perubahan bersifat institusional/terlembagakan. Tidak, kita tidak tinggal diam, tetapi harus proaktif untuk mengambil peran terdepan dalam perubahan di masyarakat. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. 13: 11) Istiqomah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandegan, melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Seseorang hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan. Semua aktivitas keseharian yang dilakukan oleh seorang muslim hendaknya bertitik tolak dari keyakinan agamanya dan terus konsisten menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Allah berjanji akan memberikan balasan dan rizki yang banyak manakala kita konsisten berada pada jalan Allah “dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)”. (QS. Al-Jinn Ayat 16). Untuk bisa menjaga ke-istiqomah-an, maka upaya yang bisa dilakukan adalah: Pertama, pada diri seorang muslim hendaknya dihidupkan terus kesadaran tentang makna dan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya, yakni mencari ridla Allah swt. Langkah konkritnya, semua aktivitas manusia baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifatullah diarahkan semata-mata karena Allah swt. Dengan cara tersebut, hidup ini akan diisi dengan hal-hal yang bermanfaat baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Kedua, sering-seringlah untuk berkumpul dan bergaul dengan orang-orang yang shaleh. Dengan banyak berinteraksi dengan orang shaleh akan termotivasi untuk melakukan ajaran-ajaran agama dan jika ada hal-hal yang menyimpang berkaitan dengan pemahaman bisa didiskusikan bersama. Ketiga, senantiasa istigfar, manakala ada proses penyimpangan dari ketaatan kita kepada Allah. Tidak ada manusia di dunia ini yang suci dari kesalahan dan dosa, karenanya dengan banyak beristigfar akan mendekatkan diri kita kepada Allah swt dan senantiasa mawas diri dalam melakukan berbagai tindakan. Wallahu a’lam bi al-shawab