Monday 12 September 2011

KEKERDILAN DALAM BERPIKIR

Penulis hidup dan tinggal di lingkungan keluarga petani yang tenang dan bersahaja. Selama menjalani proses kehidupan dengan keluarga, penulis merasa nyaman dan harmonis. Mereka menjalani aktivitas rutin di ladang atau sawah dengan penuh percaya diri dan bangga sebagai petani. Pagi-pagi buta yang masih gelap gulita---setelah menjalani ibadah shubuh---para petani dengan penuh semangat berangkat ke sawah atau ladang dengan membawa berbagai peralatan yang dibutuhkan. Di ladang atau di sawah, mereka melakukan berbagai aktivitas pertanian mulai dari mencangkul, membersihkan rumput, menanam, memupuk, memanen dan berbagai aktivitas lainnya. Sekali-kali waktu di tengah pekerjaan, mereka duduk atau sekedar minum untuk istirahat sejenak, kemudian melanjutkan pekerjaan sampai batas waktu siang hari menjelang shalat zhuhur atau makan siang. Ada sebagian yang pulang untuk istirahat di rumah, tetapi ada sebagian juga yang tidak pulang dan istirahat di saung yang dibuatnya secara sederhana.

Setelah istirahat yang cukup dan matahari sudah tidak begitu panas, mereka berangkat lagi ke ladang atau sawah untuk melanjutkan pekerjaan hingga menjelang sore hari. Pada sore dan malam hari, waktu para petani dihabiskan untuk istirahat menonton televisi atau melakukan aktivitas sosial seperti memenuhi undangan tetangga, pengajian atau mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Kemudian menjelang larut malam dan kelihatan begitu lelah, mereka istirahat dengan nyenyaknya. Meskipun tempat tidur dan kasur yang ditempatinya sudah lusuh dan bahkan terkadang di atas bale yang terbuat dari bambu. Semua itu dilakukan secara berulang-ulang setiap hari, tanpa ada perasaan bosan, mengeluh atau protes dengan keadaannya. Semua dijalani dan diterima apa adanya, petani tidak pernah berpikir neko-neko (macam-macam) tentang pekerjaan dan kehidupannya.

Kehidupan petani yang tenang dan bersahaja tersebut penulis sampaikan dan tawarkan kepada para pemuda ---dalam salah satu forum diskusi di kalangan para pemuda--- apakah saudara berminat untuk menjadi petani? Dengan berbagai alasan yang logis, penulis sampaikan bahwa Indonesia memiliki tanah yang subur, wilayah pertanian yang luas, masyarakatnya sebagian besar tinggal di pedesaan sebagai petani, prospek masa depannya jelas, dan berbagai informasi lain untuk menarik minat mereka dalam dunia pertanian.

Nyatanya, apa yang penulis sampaikan tidak mendapatkan respons dari para pemuda. Kemudian penulis berupaya menanyakan secara langsung, alasan apa yang menyebabkan mereka tidak memberi respons sama sekali. Sebagian pemuda mengatakan pekerjaan yang dilakukan oleh petani sebagai pekerjaan yang sangat melelahkan dan menjenuhkan. Para petani harus dengan susah payah menguras tenaganya. Kepanasan dan kehujanan merupakan makanan sehari-harinya. Bahkan, terkadang harus mengalami kegagalan akibat bencana atau tanamannya di makan hama. Lebih tragisnya lagi, nasib para petani seringkali dipermainkan oleh para elite pemerintahan dengan berbagai kebijakan yang merugikan nasib petani. Alasan lain yang diberikan oleh sebagian pemuda lain, yakni kehidupan petani tidak pernah memberikan kebahagiaan, makan seadanya, pakaian yang kurang menarik dan tidak pernah jalan-jalan ke tempat hiburan atau rekreasi.

Begitulah alasan dan gambaran para pemuda tentang dunia kehidupan para petani di Indonesia. Pokoknya, mereka berupaya semaksimal mungkin menghindari pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian. Selanjutnya, dengan nada yang sedikit simpatik, penulis menggali lebih dalam lagi keinginan dan cita-cita para pemuda di masa depan. Lalu pekerjaan apa yang saudara inginkan?

Dengan nada yang penuh semangat dan berapi-api, para pemuda menjawab bahwa kami ingin menjadi pengusaha yang sukses, bekerja di ruang kantor ber-AC yang tidak kepanasan dan kehujanan, serta berpenampilan menarik. Kami ingin sukses seperti idola kami yang berasal dari kalangan selebritis, pengusaha sukses dan para birokrat yang mapan secara ekonomi.

Apakah saudara mengetahui bahwa kesuksesan yang mereka dapatkan itu memberikan kebahagiaan dalam hidup mereka? tanya penulis. Tentu bahagia, kata sebagian pemuda. Buktinya mereka makan di tempat yang enak, punya rumah yang bagus, memiliki kendaraan yang nyaman, dan kehidupannya juga tidak banyak menimbulkan gejolak.

Baiklah, kalau pandangan saudara seperti itu, saya hargai pendapat saudara tersebut. Tetapi, saya berharap diskusi ini tidak selesai disini, mengingat saudara tidak tahu persis bagaimana kehidupan yang dijalani oleh mereka sehari-hari. Saudara hanya melihat dan mengamati melalui sinetron atau film yang ada di televisi. “Bagaimana jika kita sama-sama belajar di lapangan tentang kehidupan petani dan kehidupan para pengusaha atau birokrat yang sukses”, kata penulis kepada para pemuda. “Kami setuju dan siap untuk melakukannya”, jawab para pemuda.

Akhirnya penulis membagi pemuda menjadi tiga kelompok. Satu kelompok meneliti dan hidup bersama dengan petani. Dua kelompok lainnya meneliti dan hidup bersama dengan pengusaha dan birokrat yang sukses menurut pandangan mereka. Mereka diminta untuk hidup bersama selama dua minggu dan mengikuti seluruh aktivitas yang dilakukan oleh para petani, pengusaha dan birokrat. Setelah selesai, minggu berikutnya diadakan pertemuan untuk membahas hasilnya, bagaimana? “Baik, kami sepakat dengan usulan tersebut”, jawab para pemuda.

Sesuai dengan kesepakatan, para pemuda menjalaninya dengan baik dan pada saatnya melakukan laporan dari hasil penelitian dan proses kehidupan yang mereka jalani. Dari kelompok birokrat melaporkan bahwa kehidupan para birokrat penuh dengan dinamika dan keharmonisan. Kami melihat tidak ada masalah dengan kehidupan keluarga mereka, tetapi ada hal yang menurut kami kurang membahagiakan. Mereka sering pulang sore dan bahkan malam hari, kondisinya sudah sangat melelahkan sehingga tidak kelihatan segar, rasanya sudah malas untuk berhubungan dengan tetangga dan anggota keluarga. Demikian juga, ketika kami mengamati dan bekerja bersama para birokrat di perkantoran, ternyata mereka memiliki kesibukan yang luar biasa. Mereka harus bersusah payah untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada di depan mata, memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan, mengikuti rapat-rapat, menjalankan perintah atasan dan sekali-kali mendapatkan teguran yang kurang mengenakkan dari atasan.

Selanjutnya kelompok yang mendapatkan tugas untuk melakukan penelitian dan hidup bersama dengan para pengusaha sukses. Mereka melaporkan bahwa kehidupan para pengusaha dihiasi dengan kompetisi dan perjuangan yang tidak mengenal waktu. Kapan pun dan dimana pun mereka senantiasa memantau dan membicarakan bisnisnya. Di rumah, segala fasilitas rumah tangga dan kebutuhan keluarga tidak menjadi masalah, semua terpenuhi dengan baik. Namun, komunikasi dan hubungan mereka dengan anggota keluarga kurang mendapatkan perhatian. Semuanya dilakukan melalui alat komunikasi dan jarak jauh. Mereka kurang memperhatikan perkembangan karakter dan kepribadian anggota keluarganya secara langsung. Di kantor, para pengusaha juga memiliki kesibukan yang luar biasa baik menyangkut proses pengadministrasian maupun pengelolaan perusahaan. Bahkan, pengalaman menarik dan mungkin menjadi penting dalam proses kehidupan kami, ternyata para pengusaha itu begitu gigih dalam memutar uang perusahaan baik yang bersumber dari bank atau lembaga keuangan maupun dari modal pengusaha itu sendiri. Jika para pengusaha tidak memiliki kemampuan dan jaringan yang kuat akan sangat sulit menjalani bisnis dan kehidupannya. Apalagi ketika dihadapkan dengan pesaing bisnis dan problem perusahaan, rasanya berat sekali bagi kami yang masih muda seperti ini bisa melakukannya.

Baiklah, sekarang giliran kelompok yang meneliti dan hidup bersama dengan petani untuk melaporkan. Rasanya badan kami pada sakit dan pegal-pegal setelah bekerja bersama petani serta kulit kami menjadi hitam, begitulah mereka mengawali laporannya. Meskipun demikian, kami bersyukur mendapatkan pengalaman baru yang berharga dari para petani. Mereka begitu enjoy dengan pekerjaannya, tidak dipusingkan pikirannya dengan seluk beluk administrasi, berhubungan dengan orang lain, atau hutang piutang dengan bank atau lembaga keuangan. Memang secara fasilitas rumah tangga dan pemenuhan kebutuhan terkadang tidak bisa dipenuhi dengan baik, tetapi mereka tidak merasa khawatir atau mengeluh yang berlebihan. Semuanya dijalani dengan suasana yang nyaman dan penuh cengkrama dengan anggota keluarga dan masyarakat.

Setelah selesai melaporkan hasil penelitian dan kehidupan bersama dengan para birokrat, pengusaha dan petani, penulis bertanya kepada seluruh pemuda tersebut. “Bagaimana dengan konsep kebahagiaan yang saudara persepsikan pada diskusi yang lalu, apakah masih konsisten dengan konsep lama atau ada perubahan setelah saudara melakukan penelitian dan hidup bersama dengan mereka?” Jawab para pemuda, “berubaaah....”. Lantas, “bagaimana konsep kebahagiaan yang sesungguhnya”, tanya penulis kepada pemuda.

Kebahagiaan itu ternyata tidak bisa diukur dengan kacamata orang lain. Kami melihat birokrat dan pengusaha yang sukses itu berbahagia, ternyata setelah kami teliti dan hidup bersama, mereka pun hidup tidak terlepas dari problematika dan perjuangan yang berdarah-darah. Sebaliknya, petani yang kami lihat tidak bahagia karena beratnya tenaga yang dikeluarkan oleh petani, ternyata mereka pun bahagia dengan kehidupan yang dijalaninya. Ibaratnya seperti kita melihat pakaian di toko busana. Ada pakaian yang kelihatannya begitu indah dan enak dipakainya. Harganya mahal, warnanya menarik, jahitannya bagus dan aksesorisnya mempesona. Pokoknya kelihatan elegan dan prestisius penampilan baju tersebut. Setelah dilakukan percobaan dengan badan kita, bisa jadi baju tersebut tidak pas ukurannya, warnanya tidak cocok dengan kulit kita, atau kita tidak senang dengan asesorisnya. Begitulah kira-kira kebahagiaan menurut kami.

“Bagus, saya sepakat dengan saudara”, kata penulis. Namun, saya menambahkan supaya konsep kebahagiaan menjadi lebih jelas dan kita dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Menurut saudara, kebahagiaan tidak bisa diukur dengan kacamata orang lain, melainkan dari diri orang yang melakukannya. Artinya kebahagiaan bisa diukur dari persepsi pelakunya terhadap makna kebahagiaan. Persepsi merupakan proses pemaknaan pada stimuli inderawi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor personal dan situasional. Persepsi merupakan bagian dari kerja kognitif yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu, untuk membangun persepsi yang positif tentang kebahagiaan, maka perlu dilakukan perubahan pada kerangka pikir dan perhatian yang ada dalam diri kita.

Jika pikiran saudara kerdil dalam memandang sesuatu, maka sulit bagi saudara mencapai kesuksesan dan kebahagiaan. Apapun pekerjaan dan pendidikan yang saudara jalani manakala dalam proses pengembangannya tidak fokus, berfikir acak-acakan, dan pikiran yang ada begitu kerdil memandang pekerjaan dan pendidikan yang dijalaninya, maka hasilnya pun tidak akan maksimal dan saudara akan mengalami kegagalan.

Inilah barangkali kenapa para pemuda tidak mau terjun dalam dunia pertanian. Karena dalam pikiran mereka begitu kerdil dalam memandang pekerjaan yang dilakukan oleh petani. Kekerdilan pikiran pemuda terjadi disebabkan karena para pemuda tidak pernah mengenal pertanian dan memahami kehidupan para petani. Kalau pun mereka mengenal pertanian hanya di atas kertas. Mereka tidak pernah diterjunkan secara langsung oleh para pendidik bagaimana bercocok tanam yang baik. Pendidikan Indonesia lebih banyak mengandalkan kajian buku dibandingkan dengan terjun langsung di lapangan. Tragisnya lagi, ada sebagian keluarga petani yang tidak melibatkan anaknya untuk bertani dan bahkan mendorong untuk menjauhkan dunia pertanian.

Oleh karena itu, pesan saya kepada para pemuda sekalian, berpikirlah secara positif, konstruktif dan komprehensif dalam menjalani apapun di dalam kehidupan ini. Biarkan pikiran kita terbuka untuk menerima berbagai informasi yang berkembang dan secara selektif diturunkan dalam sikap dan tindakan yang bijaksana dan proporsional. Selamat menjalani hari esok dan semoga kesuksesan selalu menyertai para pemuda Indonesia.

TAWAKAL

Dalam salah satu konseling yang saya lakukan. Ada seorang mahasiswa dakwah yang konsultasi tentang program studi yang diambilnya. Ia masih ragu dan bingung dengan pilihan program studi yang ditekuninya sekarang. Dengan bahasa yang lugu dan apa adanya, ia menceritakan tentang mengapa dia memilih program studi tersebut. Dalam awal ceritanya, dia mengatakan bahwa sebelum dia memilih program studi di dakwah, sebenarnya dia sudah pernah mencoba masuk Perguruan Tinggi negeri lain yang sesuai dengan jurusan yang dia pilih saat Sekolah Menengah Atas. Tetapi amat disayangkan dia tidak berhasil masuk Perguruan Tinggi yang diinginkan tersebut. Padahal dia telah berupaya secara maksimal dengan belajar sungguh-sungguh dan mengikuti bimbingan belajar.

Kemudian saya menanyakan kepada mahasiswa, lantas setelah gagal masuk Perguruan Tinggi tersebut, tindakan apa yang kamu lakukan? Mahasiswa pun dengan nada spontan meneruskan ceritanya dengan mengatakan bahwa saya tidak putus asa dari kegagalan tersebut. Saya mencoba kembali untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri lain yang juga saya berminat di dalamnya. Saya coba belajar dari pengalaman sebelumnya agar saya tidak gagal lagi dalam memasuki Perguruan Tinggi tersebut. Saya belajar lebih tekun dan terus berdo’a agar saya dapat diterima. Namun apa yang terjadi, ternyata saya gagal lagi memasuki Perguruan Tinggi tersebut. Kemudian saya merenung dan berpikir panjang kenapa saya gagal lagi..., gagal lagi.... sempat terlintas dalam pikiran, apakah ini sebuah ujian dari Tuhan ataukah karena tidak sungguh-sungguhnya saya mempersiapkan diri untuk masuk dalam Perguruan Tinggi tersebut.

Mendengar cerita tersebut, saya sebagai konselor merasa simpati atas kejadian yang menimpa mahasiswa kami. Kemudian saya mencoba masuk dalam dunianya, subhaanallah anda luar biasa, kata saya, dalam kondisi yang sulit tersebut anda dapat berpikir untuk melakukan introspeksi diri, itu sesuatu yang luar biasa, tidak banyak orang yang mampu berpikir seperti anda. Lantas setelah itu anda tidak melanjutkan kuliah?

Tidak, tetap saya ingin melanjutkan studi, prinsip saya selama kedua orang tua saya mendukung, saya akan tetap lanjutkan. Mahasiswa tersebut pun akhirnya melanjutkan ceritanya. Saya mencoba untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri lainnya yang juga sejalan dengan jurusan yang dipilihnya dan masih ada kesempatan untuk mendaftar. Dengan berbagai upaya saya lakukan agar saya berhasil dan saya pun berjanji, jika dengan upaya ini gagal, semuanya dipasrahkan kepada Tuhan. Mungkin Tuhan bermaksud lain dan dia tidak ingin memaksakan kehendak-Nya. Semuanya mungkin sudah diatur, kemana jalan yang mesti saya tempuh.

Dengan perasaan yang tidak sabar---konselor---menanyakan hasilnya, gimana? Alhamdulillah saya pun tidak diterima lagi. Konselor merasa kaget dengan jawabannya. Loh..kok alhamdulillah padahal anda tidak diterima? Inilah barangkali perjuangan saya yang terakhir---kata mahasiswa tersebut---karena tidak ada kesempatan lagi untuk saya bisa ikut test di Perguruan Tinggi Negeri, saya harus mengakhiri keinginan saya yang begitu kuat untuk kuliah. Tetapi apalah daya yang bisa saya perbuat, sudah tiga kali saya ikut test masuk Perguruan Tinggi Negeri dan selalu gagal. Semuanya sudah diputuskan dan barangkali inilah kerja Tuhan yang menginginkan saya untuk tidak masuk dalam jalur tersebut. Mungkin Tuhan punya kehendak yang lain. Dalam hati pun saya pada waktu itu pasrah pada Tuhan, saya tidak perlu ambisi lagi. Apapun keputusan Tuhan saya akan terima. Saya pun berjanji, jika tidak diterima saya pun akan bekerja saja di perusahaan atau dimana saja yang penting saya bisa mendapatkan pekerjaan.

Lagi-lagi konselor dibuat kejutan oleh mahasiswa tersebut, luar biasa...luar biasa.. konselor pun bertanya dengan nada heran kepada mahasiswa tersebut. Mengapa sekarang anda ragu dengan kuliah yang saudara tekuni sekarang, bukankah ini jalan yang diberikan Tuhan kepada anda? Artinya anda masuk Perguruan Tinggi Negeri ini tanpa anda hambatan yang berarti. Ini kesempatan terbaik bagi anda untuk meraih prestasi dan anda betul-betul ditantang dalam kuliah ini karena latar belakang yang anda tempuh tidak seiring dengan perkuliahan yang anda jalani. Anda dari SMA yang notabene tidak memiliki kemampuan dalam Bahasa Arab, sementara perkuliahan lebih banyak menggunakan Bahasa Arab. Kira-kira seperti itukah keraguan saudara dalam memilih program studi di dakwah?

Begini pak, jawab mahasiswa. Setelah tiga kali saya gagal masuk Perguruan Tinggi Negeri, saya mencoba melamar pekerjaan di beberapa perusahaan dan instansi negeri, ternyata saya pun gagal, semuanya menolak saya dengan berbagai alasan. Akhirnya saya pun nganggur selama satu tahun. Kemudian pada tahun ajaran baru, saya mencoba putar haluan, saya ambil program studi yang dianjurkan oleh orang tua saya. Saya diperintahkan untuk masuk STAIN/IAIN. Saya bingung karena saya tidak memiliki referensi dan informasi yang mendalam tentang STAIN/IAIN. Sepengetahuan orang tua saya yang berasal dari desa bahwa kuliah di STAIN/IAIN itu menjadi guru dan belajar agama.

Saya mencoba mendaftar dan memilih beberapa tawaran yang ada. Karena informasi yang saya dapatkan di STAIN/IAIN itu menjadi guru, saya pun pilih jurusan Tarbiyah dan mencoba mengambil pilihan alternatif ketiga di jurusan Dakwah. Ternyata hasil tes saya diterima di jurusan Dakwah dan saya pun terkejut, saya sempat berpikir dan ragu apakah ini arah jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan ataukah karena hasil ujian saya yang tidak bisa masuk di jurusan Tarbiyah. Keraguan inilah yang terus menghantui saya hingga saat saya kuliah di jurusan Dakwah. Saya mau kuliah di STAIN/IAIN untuk memenuhi permintaan orang tua dan mereka tidak mengetahui bahwa saya kuliah di STAIN/IAIN itu bukan pada jurusan yang dimaksudkan orang tua saya, yakni sebagai guru. Bagi orang tua saya pokoknya kuliah di STAIN/IAIN sudah membanggakan, belajar agama untuk bekal nanti di dunia dan akhirat. Jadi itu yang membuat saya ragu dan bingung.

Oke.... kata konselor, kalau begitu sebetulnya anda sudah punya modal dasar untuk berkeinginan kuliah di STAIN/IAIN. Itu modal penting untuk maju, tanpa ada modal kemauan yang kuat akan sulit mencapai cita-cita atau harapan anda di masa yang akan datang. Problemnya tinggal persepsi anda tentang jurusan Dakwah dan bagaimana memberikan pemahaman kepada orang tua anda tentang jurusan Dakwah yang anda geluti sekarang ini.

Betul pak dan saya sepakat dengan pernyataan bapak tadi. Begini..., kata konselor yang mencoba merapihkan tempat duduknya dan menatap pandangan mahasiswa tersebut dengan penuh harapan. Saya akan memberikan penjelasan dan ini hanya pendapat saya, anda boleh tidak setuju atau setuju, anda harus pikirkan secara matang untuk mengambil tindakan karena keberhasilan konseling bukan ditentukan oleh seorang konselor tetapi pada anda yang mau melakukan perubahan.

Baik pak..., jawab mahasiswa. Hidup ini terkadang tidak linier, apa yang kita inginkan terkadang tidak sesuai dengan keinginan. Apalagi menyangkut masa depan yang kita sendiri tidak bisa memastikan, tidak bisa menjamin dan terkadang sulit untuk dijangkaunya. Kita hanya bisa memprediksi peluang-peluang, tetapi kita tidak bisa memastikan. Waktu saya bincang-bincang dengan para sopir perusahaan yang ada di Purwokerto, saya terkagum-kagum ternyata mereka adalah lulusan Perguruan Tinggi Negeri yang jauh dari bidang yang ditekuninya, mereka berasal dari Fakultas Pertanian, Hukum, dan Peternakan. Begitu juga, teman-teman saya yang berasal dari Fakultas Dakwah banyak yang menjadi guru dan dosen, penyuluh, wartawan, pedagang, dan politikus.

Mengapa demikian pak? cetus mahasiswa. Itulah dinamika hidup. Perjalanan hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh orang tersebut. Ada orang atau lembaga lain yang ikut dalam menentukan perjalanan hidup seseorang. Entah itu orang tua, saudara, teman, pemerintah, stakeholder, Tuhan dan sebagainya. Jelasnya, kita hidup bukan di ruang hampa, melainkan ruang terbuka yang nyata dan penuh dengan kompetisi. Oleh karena itu, persiapan diri yang berkualitas dan profesional menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar. Siapa pun dan darimana pun asal pendidikannya, jika ia memiliki kualitas dan profesional tentu akan banyak orang atau lembaga yang membutuhkannya.

Masing-masing individu dibekali akal oleh Allah. Dengan akal inilah manusia dapat berfikir sehingga melahirkan ide atau gagasan kreatif dan inovatif. Perkuliahan pada dasarnya adalah melatih mahasiswa agar akal yang diberikan oleh Tuhan dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga mahasiswa bisa berpikir secara sistematis, kritis dan logis. Dari sanalah akan lahir ide atau gagasan yang kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, konsep dasar inilah yang penting untuk dikembangkan oleh mahasiswa sehingga mahasiswa setelah selesai ia bisa mandiri, tidak bergantung pada orang lain. Kalau pun ada spesifikasi jurusan, itu hanyalah tambahan keahlian dan hal itu pun tidak menjadi satu-satunya alasan untuk tetap memaksakan pada jalur tersebut. Jika jalur tersebut tidak ada ruang untuk dimasuki, maka konsep dasar itulah yang dijadikan alasan bahwa kita bisa masuk jalur apapun dan dimanapun.

Maaf pak.., saya kok jadi semakin bingung dengan penjelasan bapak. Sekarang apa yang harus saya lakukan? Baiklah, kebingungan yang ada pada anda, menandakan diri anda sudah mulai ada kemajuan. Tugas anda sekarang adalah syukurilah apa yang sedang anda jalani di jurusan Dakwah. Anda harus optimis bahwa masuknya anda di program studi tersebut merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Betapa banyak orang di luar kampus yang tidak bisa kuliah karena ketidakmampuan mereka untuk masuk Perguruan Tinggi. Kalau pun anda masih ragu bahwa program studi yang anda geluti tersebut bukan merupakan anugerah Tuhan, anda harus tetap optimis. Mantapkanlah niat anda bahwa saya kuliah bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tetapi berniat untuk mencari ilmu, membekali diri dan melatih kemampuan berfikir.

Tetapi pak..., kalau kita kuliah tidak untuk bekerja, nanti apa kata orang tua, saudara, dan tetangga saya tentang perkuliahan saya serta bagaimana dengan masa depan saya? Baiklah, saya tidak bermaksud mengarahkan anda bahwa kuliah di jurusan Dakwah tidak mendorong anda untuk tidak bekerja. Bekerja adalah implikasi dari kemampuan yang dimiliki oleh seseorang baik menyangkut kemampuan intelektual, sosial, profesional dan spiritual. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak bisa datang sendiri, melainkan perlu pembelajaran dan pembekalan. Di bangku kuliah itulah kita mendapatkan kemampuan-kemampuan tersebut. Jika di saat kuliah anda tidak melakukan proses yang maksimal untuk mendapatkan kemampuan-kemampuan tersebut, implikasinya berdampak pada kualitas yang saudara miliki setelah selesai dari perkuliahan. Implikasi lebih jauhnya anda pun akan sulit diterima oleh masyarakat atau stakeholders sehingga harapan anda untuk mendapatkan pekerjaan yang layak pun jauh dari harapan. Oleh karena itu, tugas anda sekarang adalah perkuat niat anda bahwa anda kuliah untuk menuntut ilmu dan dalam kerangka ibadah kepada Allah. Kemudian anda ikut berproses secara maksimal dalam pembelajaran dan aktivitas kemahasiswaan. Masalah masa depan dan pekerjaan semuanya anda pasrahkan kepada Allah swt. Prinsipnya anda sudah belajar, berusaha dan berdo’a secara maksimal.

Jika kita belajar dari pengalaman para pemimpin bangsa ini, seperti Wahid Hasyim, Cokroaminoto, M. Natsir dan tokoh Islam lainnya, mereka dalam menuntut ilmu tidak dibebani oleh keinginan dan perasaan ingin mencari pekerjaan. Semuanya dilakukan dengan penuh keikhlasan dan motivasi untuk beribadah kepada Allah swt. Semua upaya yang telah dilakukan oleh mereka diserahkan sepenuhnya kepada Allah swt, sebagaimana firman-Nya: “kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah” (QS. 3:159). Awali dengan niat yang baik, proses yang baik dan insya Allah akan mendapatkan hasil yang baik.

Demikian juga dengan anda, tidak usah ragu dan bingung lagi, terima dan jalankan apa yang sedang anda geluti dengan sungguh-sungguh, gimana?? Baiklah pak..insya Allah saya akan berupaya semaksimal mungkin untuk meraih apa yang menjadi harapan orang tua saya dan juga menjadi cita-cita saya. Terima kasih atas bimbingan dan konsultasinya, semoga ini menjadi bekal hidup yang bermanfaat bagi saya dan bagi yang lainnya. Amien....