Friday 25 November 2016

sejarah filsafat

Asal Usul dan Pengertian Filsafat Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap filsafat, maka terlebih dahulu dikaji tentang asal-usul filsafat. Apakah filsafat merupakan pengetahuan yang jauh dari realitas kehidupan manusia ataukah sebaliknya filsafat merupakan pengetahuan yang tidak bisa dipisahkan dari realitas kehidupan manusia. Sebagian masyarakat awam memandang filsafat sebagai pengetahuan yang membuat pusing kepala atau njlimet dan kering dari persoalan kehidupan. Ada sebagian lain yang memandang filsafat sebagai pengetahuan yang dapat menjerumuskan manusia kepada jalan kesesatan, mendangkalkan aqidah, jauh dari Tuhan dan pandangan pejoratif lainnya. Namun demikian, ada juga orang---terutama kalangan ilmuwan---yang memandang penting keberadaan filsafat bagi perkembangan ilmu dan kehidupan manusia itu sendiri. Menurut catatan sejarah bahwa asal kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berasal dari kata philo dan shopia. Philo berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Menurut K. Bertens, perkataan filsuf (philosophos) untuk pertama kalinya dalam sejarah dipergunakan oleh Phytagoras (abad ke-6 SM). Tetapi kesaksian sejarah tentang kehidupan dan aktivitas Phytagoras sering tercampur dengan legenda-legenda sehingga seringkali kebenarannya tidak dapat dibedakan dari rekaan-rekaan saja. Meskipun demikian, menurut K. Bertens, istilah filsafat dan filsuf telah lazim digunakan oleh sokrates dan plato (abad ke-5 SM). Kemudian istilah philosophia diarabisasikan dengan istilah falsafah dan bagi bangsa Indonesia terjadi pengharakatan yang salah dari deretan huruf f-l-s-f-h (falsafah, Arab) atau f-l-s-f-t (falsafat, Persi) dan dikenal dengan istilah filsafat. Sebenarnya makna filsafat yang dipahami oleh masyarakat Yunani tidak sederhana seperti arti filsafat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “the love of wisdom”, melainkan lebih pada usaha pencarian yang berhubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan atau dalam bahasa lain lebih mengembangkan pada sikap curiosity (rasa ingin tahu) yang dimiliki oleh manusia untuk mengungkapkan hakekat segala sesuatu yang ada. Pemahaman seperti disebutkan di atas disebabkan karena masyarakat Yunani merupakan masyarakat yang memiliki sikap rasional dan demokratis. Sikap rasional mereka pertunjukkan dengan semangat yang tinggi dalam memerangi takhayul dan kebodohan serta menjadikan pengetahuan sebagai kebenaran tertinggi. Sikap rasional orang-orang Yunani dibangun dengan cara mengembangkan pola berpikir yang sintetis, kontinyu dan analogis. Sedangkan sikap demokratis mereka perlihatkan dalam suatu rapat warga negara dan sikap bebas dalam mengeluarkan pendapat. Dengan karakteristik seperti itulah, pemikiran filosofis tumbuh dengan subur di masyarakat Yunani. Selain itu, filsafat bagi masyarakat Yunani bukanlah sebagai ilmu pengetahuan seperti yang dipahami sekarang. Filsafat bagi mereka merupakan segala pengetahuan ilmiah yang awalnya dimaksudkan untuk melepaskan diri dari kekuasaan golongan agama berhala (bersahaja) dengan jalan menguji kebenaran ajaran-ajarannya. Apa yang dibenarkan oleh akal pikiran dinamakan filsafat dan apa yang tidak dapat diterima oleh akal pikiran dimasukkan ke dalam cerita-cerita keagamaan. Menurut Edward MC Nall Burns and Philip Lee Ralph dalam bukunya World Civilizations From Ancient to Contemporary bahwa filsafat Yunani mula-mula tumbuh pada abad ke-6 SM di sebuah kota kecil di Militos Asia Kecil dalam sebuah mazhab Milesian (Milesian School). Militos pada saat itu merupakan kota terpenting dari kedua belas kota Ionia. Kota ini letaknya di bagian selatan pesisir Asia Kecil. Kota ini mempunyai pelabuhan yang memungkinkan perhubungan dengan banyak daerah lain. Militos menjadi titik pertemuan di antara berbagai macam kebudayaan dan tempat segala macam informasi yang saling berinteraksi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Corak filsafat yang dikembangkan pada wilayah itu lebih bersifat saintifik dan materialistik. Agenda utamanya berputar pada persoalan hakekat dunia fisik. Mereka percaya bahwa segala sesuatu dapat direduksi ke substansi primer atau materi asal yang sumbernya berasal dari dunia bintang-bintang, hewan dan manusia yang dijadikan tempat kembali yang utama. Filsafat yang tumbuh di Yunani sebenarnya bukanlah sebagai awal mula munculnya filsafat di dunia seperti pendapat umum yang ada selama ini. Di mesir kuno sebenarnya telah berkembang pemikiran yang bersifat filosofis. Mesir telah melahirkan pemikiran tentang hakekat alam semesta, masalah sosial dan etika manusia. Bahkan, menurut Hasan Hanafi, filsafat Yunani tidak lepas dari pengaruh asia kecil yang secara geografis dan historis bersinggungan dengan peradaban Mesopotamia dan agama timur, terutama dari Persia. Legenda siris, osiris dan horis sangat populer dalam mitologi Yunani. Lebih jauh Hasan Hanafi mengatakan bahwa phitagoras mengenal matematika Timur dan Tasawufnya. Plato pernah belajar di Memphis selama kurang lebih 15 tahun. Teorinya tentang idea diambilnya dari teori kesenian mesir kuno. Hanya saja teori kesenian mesir kuno diterapkan dalam lukisan yang kasat mata, sedangkan teori plato berupa pemikiran yang abstrak. Demikian juga, seluruh aspek iluminis tasawuf dalam filsafat Yunani, termasuk esoterisme Socrates, kontemplasi Thales dan pakar fisika awal tentang kejadian alam dan kehidupan, menurut Hasan Hanafi, merupakan kelanjutan peradaban timur. Astronomi, ilmu sihir dan dunia paranormal di Yunani juga diboyong dari Babilonia. Senada dengan Hasan Hanafi, al-Amiri---seorang filsuf Muslim dari Khurasan--- menyatakan bahwa tradisi filsafat muncul pertama kali dari tradisi Islam. Menurutnya, orang yang pertama kali membangun tradisi filsafat adalah Luqman, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 12 ”dan sesungguhnya kami telah memberikan kepada Lukman al-Hikmah”. Kata al-hikmah oleh para filosof dan pemikir Islam seringkali diidentikkan dengan filsafat, karena al-hikmah artinya bijaksana dan relevan dengan makna filsafat itu sendiri. Menurut al-Amiri, Luqman adalah orang yang hidup pada zaman nabi Daud AS dan tinggal di negeri Syam. Orang Yunani yang mengambil dan belajar hikmah dari luqman adalah empedoklas. Tokoh Yunani lain, Phytagoras, belajar hikmah dari sahabat nabi Sulaiman bin Daud AS di Mesir. Sahabat-sahabat Sulaiman ini adalah orang-orang yang berasal dari negeri Syam. Selanjutnya, Socrates dan Plato yang banyak mengambil hikmah dari Phytagoras. Di Yunani, kata filsafat memang muncul untuk pertama kalinya. Namun, benih-benih pemikiran filosofis pada dasarnya telah ada, terutama berasal dari peradaban Timur seperti Mesir Kuno, Mesopotamia dan sebagainya. Prestasi Yunani lebih pada pengembangan filsafat dalam pengertian yang lebih inklusif ketimbang yang pernah dimiliki oleh para pemikir sebelumnya. Oleh karena itu, klaim Barat bahwa filsafat yang tumbuh di Yunani sebagai ajaran yang genuine dan imune dari pengaruh luar perlu dipertanyakan kembali keabsahannya. Dengan demikian, filsafat dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang bersumber dari tradisi Islam yang memiliki nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan pemahaman seperti ini, keberadaan filsafat menjadi urgen bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali bagi umat Islam. Dalam perkembangan awalnya, filsafat dipahami sebagai induk dari segala ilmu. Namun, setelah ilmu mengalami perkembangan yang pesat dan terpecah dalam berbagai spesialisasi, maka filsafat pun menjadi ilmu tersendiri. Para ahli dalam mendefinisikan filsafat berbeda-beda. Ada yang mendefinisikannya secara luas dan ada yang sempit. Menurut C.A. Van Peursen bahwa filsafat adalah suatu usaha pemikiran yang secara kritis berusaha menelusuri kembali akar segala sesuatu sehingga nampak hidup dan arah religius yang mendasari suatu tindakan. Melalui jalan filsafat dapat diketahui atau diteliti latar belakang suatu tindakan dan gambaran tentang dunia dan manusia. Sementara, al-Haj Hafiz Ghulam Sarwar, mendefinisikan filsafat sebagai sebuah kajian sistematik mengenai sifat kenyataan. Definisi sarwar ini bertitik tolak dari pemahaman bahwa tujuan utama dari kajian filsafat adalah untuk memastikan sifat kenyataan yang mutlak. Sedangkan kenyataan adalah dasar keberadaan, tetapi kenyataan itu merupakan kualitas yang tidak dapat didefinisikan. Oleh karena itu, melalui filsafat kenyataan tersebut dapat dikaji dan dipahami. Dari definisi di atas nampak sekali bahwa filsafat memiliki definisi yang sangat luas. Bahkan, menurut Dean Inge yang dikutip oleh Sarwar mengatakan bahwa saya sulit membedakan antara filsafat dan agama. Untuk memudahkan dalam memahami makna filsafat dalam buku ini, maka penulis mengartikan filsafat menjadi tiga pengertian, yaitu: Pertama, filsafat sebagai ilmu (Philosophy as science). Filsafat dalam pengertian ini lebih banyak dikaji melalui pendekatan sejarah dan sistematika filsafat. Kedua, filsafat sebagai cara berfikir (philosophy as a method of thought). Dalam hal ini filsafat lebih dimaksudkan sebagai metode berfikir. Berpikir yang dimaksud adalah berfikir yang konsepsional, mendasar dan radikal sehingga menyentuh esensi yang dipikirkan. Ketiga, filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy as way of life). Orang yang menggunakan filsafat sebagai pandangan hidup, maka orang tersebut akan menjadi dewasa dalam berpikir artinya akan selalu ada keseimbangan dalam pribadinya, ilmu yang telah dimiliki akan mengendap, bersedia mawas diri dan jauh dari sifat emosional. Ia menjadi dewasa dalam berpikir dan berbuat, bersikap kritis, peka terhadap permasalahan hidup, bersifat terbuka, toleran dan selalu melihat sesuatu persoalan secara multidimensional. itulah sebagian kutipan tulisan yang ada di buku "FILSAFAT DAKWAH" karya Dr. Abdul Basit, M. Ag yang diterbitkan oleh Rajawali Press,Jakarta

No comments: