Friday 5 September 2008

SIFAT-SIFAT ORANG YANG BERTAQWA

SIFAT-SIFAT ORANG YANG BERTAQWA
Oleh: Abdul Basit

Umat Islam berbahagia memiliki bulan seperti bulan ramadhan. Pada bulan ini Allah banyak memberikan keberkahan, hikmah, manfaat, dan pengalaman yang sulit untuk digambarkan dan diprediksikan. Sangat disayangkan apabila pada bulan yang suci dan mulia ini dilewatkan begitu saja, tanpa diisi dengan kegiatan-kegiatan atau amaliah ramadlan..
Perintah melaksanakan Ibadah puasa pada bulan ramadlan dinyatakan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 “wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar supaya kamu bertaqwa”. Dalam ayat ini dinyatakan secara jelas bahwa tujuan utama dari ibadah puasa, yakni menjadi orang-orang yang bertaqwa. Dalam hal ini, kata taqwa menjadi kata kunci yang harus dipahami agar kita dapat mengambil pelajaran dan dapat menerapkan hasil didikan puasa dalam kehidupan kita sehari-hari.
Secara bahasa istilah taqwa biasa diartikan dengan takut. Kemudian secara istilah para ulama mendefinisikan taqwa adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya Dari arti dan definisi tersebut diatas, nampak begitu luas dan sangat umum sehingga sulit untuk menggambarkan seperti apakah orang yang bertaqwa itu? dan bagaimana mewujudkannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara? Hamka, sebagai seorang ulama dan pujangga Indonesia, mengatakan bahwa kata taqwa jangan selalu diartikan takut, sebab takut hanyalah sebagian arti kecil taqwa.Dalam kata taqwa terkandung makna cinta, kasih, harap, cemas, tawakal, berani, dan sebagainya. Intinya taqwa adalah Pertama, pelaksanaan iman dan amal shaleh. Kedua, memelihara hubungan dengan Tuhan, bukan saja karena takut, melainkan lebih dari itu, karena kesadaran diri sebagai hamba Allah.
Untuk memperjelas makna taqwa yang sesungguhnya kita perlu mengkaji dan memahami dari ayat-ayat al-Qur’an yang untuk pertama kalinya menggunakan kata taqwa itu sendiri. Istilah taqwa dengan kata-kata jadiannya di dalam al-Qur’an seluruhnya berjumlah 242 kali, 102 ayat turun di kota Mekkah dan 140 ayat turun di kota Madinah. Dari sejumlah ayat tersebut dapat dipetik beberapa sifat yang harus dimiliki oleh orang yang bertaqwa, yaitu:

1. Memiliki kesadaran diri yang tinggi.
Sifat ini diturunkan dari ungkapan al-Qur’an yang selalu menggandengkan kata taqwa dengan kata iman. Seperti yang terdapat di dalam surat al-Baqarah ayat 2-4, yang terjemahannya sebagai berikut:
“Artinya: Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”.
Dari ayat ini jelas bahwa keimanan merupakan kekuatan (energi) yang bersumber dari dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan atau perubahan. Wujud konkret dari keimanan berupa kesadaran. Kesadaran akan arti pentingnya kehadiran Tuhan dalam dirinya, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, percaya kepada kitab-kitab, dan percaya kepada hari akhir. Kesadaran inilah yang terus menerus membingkai perilaku seorang muslim baik pada saat berada di Masjid, di rumah, di tempat kerja, di pasar, dan diberbagai aktivitas kehidupan lainnya.
Kesadaran merupakan unsur terpenting di dalam kehidupan seseorang. Segala aktivitas atau kegiatan sehari-hari yang kita lakukan tidak akan memiliki makna manakala tidak dibangun dari adanya kesadaran yang muncul dari dalam diri. Kita melaksanakan puasa bukan hanya menggugurkan kewajiban sebagai seorang muslim, melainkan karena di dalam diri kita ada kesadaran bahwa puasa itu penting bagi kehidupan. Kita tahu bahwa kebersihan itu penting bagi diri kita, keluarga, dan lingkungan. Tetapi jika masing-masing individu tidak menyadari tentang hal tersebut, maka sulit tercipta keluarga, lingkungan, dan kota yang bersih. Demikian pula, kita tahu ketertiban dan kedisiplinan itu penting, tetapi jika tidak diimbangi dengan kesadaran sulit akan tercipta lingkungan dan masyarakat yang tertib dan disiplin.
Oleh karena itu, melalui didikan puasa ini diharapkan tingkat kesadaran kita semakin meningkat sehingga apa-apa yang telah dicapai oleh pemerintah daerah bersama masyarakat selama ini dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya dan sekaligus dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Selain itu, dengan kesadaran yang tinggi pula kita dapat menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini dengan damai dan harmonis sesuai dengan cita-cita yang diinginkan oleh kita bersama

2. Mampu mengontrol dirinya.
Sifat yang kedua dari orang yang bertaqwa adalah mampu mengontrol diri, terutama dari perbuatan amarah. Hal ini sejalan dengan firman Allah di dalam surat al-Imran ayat 133-134, yang artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa salah satu sifat orang yang bertaqwa adalah mampu menahan amarahnya. Banyak kejadian-kejadian yang dapat merusak baik pada dirinya, keluarga, maupun pada masyarakat disebabkan karena mereka tidak mampu menahan amarahnya. Secara individu orang yang suka marah dapat menimbulkan penyakit seperti jantung, darah tinggi, diabetes, dan rusaknya pencernaan. Di dalam keluarga, orang yang suka marah dapat mempengaruhi kehidupan keluarga yang keras dan dapat merusak hubungan keluarga. Selanjutnya di tengah-tengah masyarakat sifat amarah ini apabila dikembangkan dapat merusak lingkungan dan hubungan sosial. Oleh karena itu di dalam hadits Nabi menyatakan bahwa orang yang suka marah adalah orang yang mendapatkan murka dari Allah sebagaimana sabdanya: ”Apa yang bisa menyelamatkanku dari murka Allah? Rasulullah bersabda Jangan Marah” (H.R. Thabrani).
Dalam hadits lain Nabi mengatakan yang artinya“siapakah orang yang paling kuat diantara kamu, para sahabat menjawab yaitu seorang yang tidak bisa dibanting (dijatuhkan), Rasulullah menjawab: bukan, orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika sedang marah (H.R. Muslim dan Abu Dawud).
Puasa merupakan media yang efektif untuk mendidik kita menahan amarah. Melalui ibadah puasa hawa nafsu kita dikekang sehingga keinginan-keinginan untuk marah dapat dihindari. Didikan puasa ini hendaknya dapat kita terapkan pada bulan-bulan berikutnya setelah ibadah puasa. Kekerasan-kekerasan yang terjadi di masyarakat selama ini dapat dikurangi manakala kita sebagai bagian dari anggota masyarakat mampu mengontrol diri kita dari sikap marah. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini, khatib menghimbau agar dalam proses menyalurkan aspirasi dan keinginan hendaknya diimbangi dengan sikap yang bijak dan demokratis, hindari perkataan-perkataan dan sikap-sikap yang dapat menimbulkan marah, sehingga kita dapat terhindar dari murka dan azab Allah.

3. Memiliki kesadaran dan keahlian sosial.
Sifat ketiga dari orang yang bertaqwa adalah memiliki kesadaran dan keahlian sosial. Di dalam ayat al-Qur’an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang perlunya dibangun kesadaran dan keahlian sosial. Dalam hal ini, khatib hanya menggambarkan tiga keahlian sosial yang mesti dimiliki oleh orang yang bertaqwa, yaitu:
Suka menolong orang lain.:
Sikap ini diturunkan dari kata taqwa yang terdapat di dalam surat al-Maidah ayat 2: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
Ayat ini mengajarkan secara jelas agar orang yang bertaqwa memiliki sikap suka menolong orang lain. Karena itu ibadah puasa melatih kita sebagai umat Islam supaya memiliki sikap tolong menolong. Kita dibiasakan pada siang hari untuk lapar agar kita bisa memiliki sikap empati kepada saudara-saudara kita yang fakir dan miskin. Mereka (fakir dan miskin) di dalam kehidupannya hampir setiap hari merasakan kelaparan dan kekurangan. Sebagai seorang muslim dan bertaqwa apa rela dan tidak terketuk hati kita melihat saudara-saudara kita yang kelaparan, sementara kita dapat bersenang-senang? Apalagi pada akhir-akhir ini banyak sauadara-saudara kita yang mendapatkan musibah baik bencana alam, tsunami, wabah penyakit, dan sebagainya. Untuk itulah sikap untuk berbagi perlu terus dipupuk dan dikembangkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
b. memiliki sikap persamaan
Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah menyatakan yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu…(Q.S. al-Hujurat ayat 13).
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa orang yang bertaqwa adalah orang yang memiliki sikap persamaan. Tidak membedakan apakah ia kaya, miskin, bodoh, pinter, jelek, cakep, dan sebagainya. Untuk membangun sikap ini di dalam ayat sebelumnya Allah menjelaskan agar umat Islam jangan suka mengolok-olok, jangan suka mencela, jangan memanggil dengan panggilan yang buruk, jauhi berburuk sangka, jangan mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan suka bergibah (menggunjing orang lain). Apabila semua itu dibangun tentu kita akan terhindar dari adanya konflik antar sesama. Apalagi di kota Bekasi, dimana penduduknya bersifat heterogen (banyak suku), maka sikap persamaan amat penting sekali untuk dikembangkan agar kita benar-benar menjadi orang yang bertaqwa.
c. berlaku adil dalam segala perbuatan.
Berbuat adil merupakan salah satu ciri dari orang yang bertaqwa sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Maidah ayat 8).
Berlaku adil dalam wujudnya bukan berarti semuanya harus sama, melainkan bagaimana menempatkan sesuatu secara proporsional atau pada tempatnya. Hal ini berlaku untuk segala aktivitas, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sikap adil ini akan terbangun manakala di dalam diri kita masing-masing memiliki sikap tanggungjawab artinya bahwa sikap adil tidak hanya menjadi milik para pemimpin, melainkan juga perlu diimbangi dengan sikap tanggungjawab dari orang yang dipimpin. Karenanya sikap adil dan tanggungjawab merupakan dua hal yang dalam pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan.
Demikianlah tulisan singkat ini saya sampaikan. Intinya bahwa puasa melatih kita sebagai orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan berbekal taqwa diharapkan kita sebagai umat Islam semakin berkualitas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Wallahu’alam bi al-shawab

No comments: