Sunday 15 April 2012

KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR'AN

Manusia merupakan salah satu makhluk Tuhan yang ada di muka bumi ini. Berbeda dengan makhluk lainnya seperti binatang, tumbuhan dan malaikat. Keberadaan manusia di muka bumi menempati posisi utama sebagai khalifah. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah ”ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ”sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...” (Q.S. 2: 30). Sebagai seorang khalifah, maka tugas manusia di muka bumi ini adalah memakmurkan alam semesta ini ”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya”. (QS. 11:61).
Posisi manusia yang istimewa ini hendaknya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Mengingat manusia berada di muka bumi ini tidak berlangsung lama. Setiap manusia akan mengalami kematian ”tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” (QS. 3:185) atau dengan perkataan lain manusia hidup memiliki keterbatasan waktu, usia dan tenaga. Jika dihitung rata-rata kehidupan manusia antara 60-70 tahun, maka waktu yang bisa dimanfaatkan secara efektif untuk meraih kehidupan yang lebih baik antara 30-40 tahun. Waktu yang relatif singkat ini pun apabila tidak dimanfaatkan secara maksimal tentu akan menimbulkan kerugian yang besar bagi kehidupan kita seperti kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, ketertindasan dan sebagainya.
Oleh karena itu, langkah awal untuk mempersiapkan diri yang lebih baik yaitu perlunya mengenal lebih jauh tentang diri kita sendiri dan amanah apa yang mesti dijalankan sebagai hamba Allah di muka bumi.
Manusia di dalam al-Qur’an digambarkan sebagai makhluk yang memiliki dua unsur utama yaitu fisik dan jiwa (mental). Penciptaan manusia secara fisik digambarkan oleh Allah di dalam surat al-Mu’minin (23) ayat 12-14 ”dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha sucilah Allah, pencipta yang paling baik. Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat”. Uraian yang senada (hampir sama) tentang proses penciptaan manusia secara fisik ini dapat dilihat di dalam surat al-Hajj (22) ayat 5.
Adapun penciptaan jiwa ---dalam hal ini ruh---manusia digambarkan di dalam al-Qur’an surat as-Sajdah (32) ayat 7-9 ”yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hatti, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
Dari dua unsur yang berbeda ini ternyata di dalam diri manusia terdapat dua sifat yang saling tarik menarik ”maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS. 91:8). Di satu sisi manusia yang berasal dari tanah ---dimana tanah merupakan unsur yang rendah berada di bawah kaki manusia dan menjadi tempat kotoran---yang memiliki sifat-sifat jelek. Hal ini banyak digambarkan di dalam al-Qur’an yang menyatakan manusia memiliki sifat-sifat tercela seperti sombong (QS. 4:36), iri hati (QS. 2:109), melampaui batas (QS. 96:6-7), kikir (QS. 17:100), suka tergesah-gesah (QS. 70:19-20) dan sebagainya. Di sisi lain, di dalam diri manusia ada ruh yang suci keberadaannya. Karena itu, di dalam diri manusia ada sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat yang cenderung kepada Tuhan.
Untuk dapat mengenali dan menjalankan kehidupannya dengan baik, maka manusia diberikan kebebasan untuk menentukan sikapnya. Apakah ia memilih jalan kebaikan atau kejahatan. Jelasnya, manusia diberikan alat atau potensi oleh Allah untuk memilih jalan berupa akal dan nafsu. Jika dua alat ini dikelola dengan baik, manusia tidak akan terjerumus dalam memilih jalan kehidupannya. Kecenderungan manusia berbuat baik lebih besar dibandingkan dengan kecenderungan manusia untuk berbuat jahat. Oleh karena itu, pilihan yang diambil manusia nantinya perlu dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Karena manusia diciptakan bukan untuk main-main, tetapi memiliki tujuan yang jelas ”apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?”. (QS. 75:36). Dalam ayat lain dikatakan ”maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara bermain-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?” (QS.23:115).
Manusia bisa berbuat apa saja di dunia, baik menyangkut pada perbuatan baik maupun pada perbuatan yang buruk. Jika manusia melakukan perbuatan baik, maka manusia tersebut digolongkan sebagai manusia yang baik. Sebaliknya, apabila seorang manusia melakukan perbuatan jahat, maka ia digolongkan sebagai manusia yang tidak baik. Oleh karena itu, hakekat keberadaan manusia ditentukan oleh amal (perbuatan) manusia itu sendiri (QS. 53: 39-40).
Dalam melakukan amal di dunia, manusia membutuhkan petunjuk atau arah agar amal yang dikerjakannya tidak sia-sia. Dalam hal ini manusia dapat memanfaatkan akal yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Akal difungsikan untuk menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena itu, manusia diwajibkan untuk mencari ilmu pengetahuan. Al-Qur’an dan beberapa ayatnya menganjurkan dan mendorong kepada manusia untuk menuntut ilmu. Dengan ilmu, Adam dapat mengalahkan makhluk Tuhan yang lainnya dan malaikat sujud kepadanya (QS. 2:31-34), manusia akan diangkat derajatnya oleh Allah swt (QS. 58:11), orang yang berilmu tidak sama dengan orang yang tidak berilmu (QS. 39:9), dan berbagai kelebihan lain yang ditunjukkan oleh Allah kepada orang-orang yang mau menuntut ilmu dan mengamalkannya.
Ilmu yang dimiliki manusia bisa saja dipergunakan oleh manusia untuk mengerjakan amal yang jelek atau untuk merusak manusia dan alam semesta. Seperti bom yang awalnya diciptakan oleh manusia untuk kebaikan, yakni untuk memanfaatkan alam, tetapi oleh manusia digunakan untuk menghancurkan dan menyengsarakan manusia. Demikian pula, manusia dengan kecanggihan otaknya dapat membobol uang di bank melalui pemanfaatan teknologi komunikasi. Dengan ilmu juga, manusia banyak yang melakukan korupsi dan memanipulasi orang untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya. Oleh karena itu, ilmu menjadi bermanfaat atau membawa kemudharatan lebih bergantung kepada manusia itu sendiri.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh manusia terhadap ilmu, maka manusia perlu dibimbing dengan iman. Iman menjadi landasan gerak yang utama dan mengarahkan manusia kepada sasaran atau tujuan hidup yang sesungguhnya. Iman merupakan proses pembenaran hati yang dalam aplikasinya perlu diwujudkan dalam amal sehari-hari. Orang yang beriman adalah orang yang memiliki hati yang tentram dan senantiasa ingat atau berzikir kepada Allah serta memiliki sikap optimisme (semangat yang tinggi) dalam menjalankan kehidupan di dunia.
Dengan iman yang tertanam dalam dirinya, manusia dipercaya oleh Tuhan untuk memikul amanah yang diberikan oleh Allah kepada manusia ”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 33:72-73).
Amanat yang diberikan Allah kepada manusia terkait dengan tugas kemanusiaan di muka bumi ini. Tugas yang pertama adalah manusia menjadi hamba Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an ”dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. 51:56). Sebagai seorang hamba, manusia perlu mematuhi aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh tuannya. Aturan-aturan ini dapat diketahui melalui berita yang dibawa oleh seorang Rasul. Dalam hal ini aturan-aturan yang tertera dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Amanat kedua adalah manusia sebagai khalifah di muka bumi. ”ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...” (QS. 2:30). Sebagai seorang khalifah, maka tugas manusia di muka bumi ini adalah memakmurkan alam semesta ini ”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS. 11:61). Cara untuk memakmurkan alam ini tentunya dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang didapat manusia melalui proses berpikir dan berkomunikasi melalui bahasa. Selain itu, alam yang diciptakan oleh Tuhan sudah berdasarkan ketentuan dan ukuran yang pasti sehingga dapat diprediksi oleh manusia.
Dari uraian di atas sangat jelas sekali bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan bertujuan untuk menjalankan misi sebagai hamba Allah dan khalifatullah di muka bumi ini. Misi manusia dapat dijalankan dengan baik manakala manusia memiliki iman kepada Allah dan ilmu pengetahuan.

No comments: