Tuesday 12 June 2012

JIHAD MELAWAN KEMALASAN

Setiap mengawali perkuliahan, saya senantiasa membuat kontrak belajar dengan mahasiswa. Kontrak belajar dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dalam mencapai tujuan dari proses pembelajaran dan sekaligus sebagai pedoman dalam menjalani proses perkuliahan selama satu semester serta evaluasinya. Pada saat menyampaikan kontrak belajar berkaitan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa, banyak dari mereka yang terus ribut dan mengeluh, tugas lagi..., tugas lagi..., kenapa harus ada tugas pak? tanya mahasiswa. Tugas yang diberikan oleh dosen maksudnya untuk melatih mahasiswa dalam merangkai kalimat, menyampaikan gagasan, melatih logika berpikir, memberikan pemahaman yang mendalam tentang materi yang dipelajari dan sekaligus mengembangkan diri mahasiswa. Jika mahasiswa tidak mendapatkan tugas, perkuliahan itu seperti pengajian saja. Mahasiswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh dosen. Mahasiswa tidak terlatih dalam berpikir dan tidak ikut berproses dalam menumbuhkan gagasan, menciptakan kreativitas dan pengembangan diri mahasiswa. Tapi pak, kalau seluruh dosen mata kuliah memberikan tugas kepada kita, apa nantinya tidak memberatkan mahasiswa? Tanya mahasiswa lainnya. Disitulah keistimewaan mahasiswa, kata saya. Mahasiswa kan tugasnya belajar, maka sebagian besar waktunya dihabiskan untuk belajar. Mahasiswa harus mampu membagi waktu dengan sebaik-baiknya antara tatap muka di ruang kelas, mengerjakan tugas, aktif di organisasi, membangun hubungan sosial dengan masyarakat dan sebagainya. Mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur lagi pada malam hari, seluruh aktivitan tersebut perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Kita sudah punya dasar yang kuat dari al-Qur’an surat al-Ashr bahwa waktu itu sangat penting dalam kehidupan manusia. Jika kita tidak bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, kita akan termasuk orang-orang yang merugi. Bagaimana dengan masa muda kami pak, jika semua waktu dihabiskan untuk belajar, apakah kami tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan lawan jenis dan saling berbagi pengalaman dengan teman-teman di warung kopi, cafe atau tempat lesehan? Yaa, tentu boleh dong, kata saya lebih lanjut. Semua itu bisa dilakukan, selama tidak melanggar koridor yang sudah ditentukan oleh Islam dan tidak mengganggu aktivitas belajar saudara. Saudara sudah dewasa, sudah bisa menentukan dan memutuskan mana hal yang bisa dilakukan dan mana hal yang tidak boleh dilakukan. Saudara juga harus bisa memperhitungkan dengan baik bahwa masa kuliah saudara sangat terbatas, jika saudara tidak bisa memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh orang tua dengan sebaik-baiknya, saya khawatir nantinya saudara terlena dan tidak memperoleh hasil yang maksimal. Saudara hanya mendapatkan ijazah, tetapi kompetensi dan kepribadian yang baik tidak dimiliki oleh saudara. Apa itu tidak terlalu ideal bagi kami pak? Nyatanya kami sudah semester empat belum merasakan ada dampak yang signifikan dalam diri kami setelah kami mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen dan mengikuti perkuliahan dengan baik. Apa betul demikian saudara-saudara sekalian? tanya saya dengan nada keheranan. Mereka ternyata menjawab tidak kompak, mungkin ada sebagian besar yang merasakan demikian dan hanya sebagian kecil yang tidak setuju kalau dikatakan bahwa tugas yang diberikan oleh dosen tidak memiliki pengaruh bagi mahasiswa. Baiklah, saya akan memberikan tugas kepada saudara untuk membuat tugas kelompok yang ringan agar semua dapat mengerjakan dan dapat merasakan dampak positif bagi diri saudara. Saya akan bagi menjadi tujuh kelompok dari 35 orang mahasiswa. Kemudian saya beri waktu masing-masing kelompok selama tiga minggu untuk mengerjakannya. Pada saat mereka mengerjakan tugas saya meminta beberapa mahasiswa yang saya percayai untuk melakukan penelitian dan penyidikan terhadap masing-masing kelompok, bagaimana cara kerja mereka dalam tim. Hasil penelitian dan penyidikan ini nantinya sebagai bahan evaluasi dan sekaligus menjawab pertanyaan mahasiswa tentang dampak dari pemberian tugas kepada mahasiswa. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, mereka sepakat untuk mengumpulkan tugas dan mempresentasikan hasil yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Dalam presentasi tersebut, ada sebagian mahasiswa yang betul-betul menguasai forum dan masalah yang dibahasnya, ada yang mampu menguasai forum tetapi kurang menguasai materi yang dibahas, ada yang tidak menguasai forum tetapi menguasi materi yang dibahas, dan ada yang sama sekali tidak menguasai forum dan tidak menguasai materi yang dibahas. Setelah saya mengamati hasil presentasi mereka, kemudian saya mencoba menanyakan satu persatu dari anggota kelompok tentang kerja tim mereka dan bahan bacaan yang mereka cantumkan apakah dibaca oleh mereka atau tidak. Pengecekan ini untuk mengkonfirmasi hasil penelitian dan penyidikan sebagian mahasiswa yang saya percayai. Hasilnya ternyata cukup mencengangkan, sebagian besar tugas kelompok yang diberikan hanya dikerjakan oleh dua orang mahasiswa dan lainnya hanya mencantumkan nama dalam kelompok tersebut. Mereka yang menguasai forum tetapi tidak menguasai materi karena mereka telah terbiasa bicara di hadapan forum. Mereka “asbun” (asal bunyi) meskipun tidak tahu arah dan maksud yang sesungguhnya. Hasil lain yang didapat, ternyata dalam mencantumkan bahan bacaan tidak berdasarkan temuan langsung dari sumber buku utama, mereka hanya mengambil tulisan yang bersumber dari internet dengan cara di copy paste dan digabungkan dengan sumber internet lainnya. Tugas yang dibuat tidak berdasarkan alur berfikir yang sistematis dan terencana dengan baik. Mereka hanya bisa mengutip pendapat orang lain dan tidak ada hasil diskusi atau pendapat dari kelompok itu sendiri. Kreativitas mereka ditutup sama sekali, sementara ruang untuk mengambil ide orang diberi ruang yang sangat terbuka. Dengan hasil yang demikian, akhirnya saya menjelaskan kepada seluruh mahasiswa bahwa saya telah melakukan penelitian tindakan kelas dengan melibatkan beberapa teman saudara dan pengamatan saya secara langsung tentang team discussion. saya mencatat dari pertanyaan yang saudara ajukan dahulu bahwa pemberian tugas oleh dosen kurang memberikan dampak secara langsung kepada mahasiswa. Setelah saya amati ternyata saudara ketika diberikan tugas oleh dosen tidak dilaksanakan. Saudara hanya mencantumkan nama di cover tugas kelompok saudara (saya sebutkan satu persatu nama-nama mahasiswa tersebut), tanpa ada upaya yang dilakukan sama sekali. Ketika mau menjelang diskusi pun saudara tidak membaca referensi untuk menghasilkan diskusi yang baik. Saudara hanya membaca tulisan disaat makalah tersebut dibagikan kepada saudara. Bagaimana saudara bisa merasakan dampaknya manakala saudara tidak melakukan proses tersebut? Coba saudara tanyakan kepada teman-teman saudara yang mengerjakan dengan baik (saya sebutkan satu persatu nama yang mengerjakan tugas dengan baik), tentu dia merasakan getir dan ni’matnya mengerjakan tugas. Mereka dapat merangkai kalimat, mengatur waktu, dapat membaca buku yang banyak, membuat alur berpikir dan semakin belajar bijaksana dalam memecahkan masalah. Semua itu amat diperlukan ketika saudara sudah menjadi alumni dan berinteraksi dengan dunia pekerjaan dan dunia kehidupan saudara nanti. Jika saudara mengambil jalan pragmatis dan instan dalam mengerjakan tugas dan dalam proses perkuliahan yang saudara jalani. Sulit rasanya saudara bisa maju dan berkembang. Bahkan, dunia pendidikan di Indonesia akan jatuh terpuruk dalam pragmatisme. Kita hanya bisa memproduk sarjana yang jumlahnya sangat banyak, tetapi kemampuan untuk merubah masyarakat dan negara ini menjadi maju dan sejahtera, tidak bisa diharapkan. Oleh karena itu, tugas kita sebagai mahasiswa dan dosen perlu melakukan jihad dalam melawan kemalasan. Saudara tidak perlu takut mendengar kata jihad. Memang akhir-akhir ini makna jihad seringkali dibawa ke ranah politik. Jihad dipahami sebagai bellum justum dan bellum pium (perang keadilan dan kesalehan). Akibatnya, jihad dikesani dan dipraktekkan dalam ranah perang suci (the holy war) yang berbuntut pada radikalisme dan terorisme. Jika pemaknaan jihad tersebut terus menguasai wacana dan tidak ada upaya untuk melakukan perlawanan, khawatir citra negatif terhadap Islam akan terus bermunculan dan islampobia akan terus berkembang di kalangan masyarakat Barat dan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, kita perlu mempraktekkan makna jihad yang lebih membawa ke ranah sosial dan ke ruang yang lebih rahmatan lil’alamin. Kata kunci yang membuat bangsa dan masyarakat ini terpuruk adalah kemalasan, maka sudah seharusnya kita melakukan jihad untuk melawan kemalasan yang bersumber dari diri sendiri. Jihad yang sesungguhnya adalah jihad melawan diri sendiri “dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (QS. 29:6). Umat Islam sebenarnya sudah punya konsep yang bagus untuk melawan kemalasan dan masing-masing individu umat Islam juga sudah mengetahui tentang itu, yakni perlunya kerja keras dan bersungguh-sungguh. Dalam surat al-Insyirah (QS. 94) ayat 7-8 “maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. Kemudian diperkuat dalam surat al-Jumu’ah (QS. 62) ayat 10 “apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Secara konseptual dan kognitif sudah hapal dan paham tentang ayat di atas, pertanyaannya, mengapa konsep tersebut tidak masuk dalam ranah afektif dan psikomotrik sehingga umat Islam terdorong untuk melawan kemalasan. Menurut saya, hal tersebut membutuhkan pembiasaan. Kata Ahmad Amin, akhlak itu adalah kebiasaan untuk berkehendak. Pengetahuan tidak akan menjadi tindakan apabila tidak diturunkan dalam bentuk pembiasan-pembiasan. Saudara tidak bisa menjadi perenang, apabila saudara hanya belajar di atas kertas dan berdiri di depan kolam renam. Saudara harus menceburkan diri ke dalam kolam renang dan melatih diri saudara secara terus menerus untuk menjadi perenang yang handal. Jika dalam latihan ada satu dua kesalahan, hal tersebut merupakan tempaan yang harus dilewati dan menjadi pengalaman yang sangat berarti. Saudara harus punya obsesi dan mimpi-mimpi yang dapat mengalahkan kemalasan saudara. Dengan obsesi dan mimpi yang saudara lakukan, saudara akan termotivasi untuk terus menerus melakukan segala aktivitas dengan senang dan membanggakan. Saudara tidak perlu malu, rendah diri dan keberatan untuk melakukan segala aktivitas yang positif dan kosntruktif untuk kehidupan saudara. Menurut Khoiruddin Bashori dalam salah satu sesi pelatihan mengatakan bahwa bedanya seorang pemimpin dengan pemimpi hanya pada hurup “N” yang bisa dimaknai pada nekat, neko-neko, dan niat. Jika pemimpi memiliki modal nekat atau keberanian untuk melakukan tindakan, maka dia bisa menjadi pemimpin. Kemudian saya juga teringat dengan tulisan Andrie Wongso (2005), seorang motivator terkenal di Indonesia, dalam salah satu bukunya “15 Wisdom Success” yang mengatakan bahwa: “jika ingin menciptakan kehidupan yang lebih baik, mau mengubah harapan menjadi nyata, pasti, kita membutuhkan kata bijak pertama, jangan takut. Kata bijak ini mengandung motivasi yang dapat melahirkan kekuatan keberanian untuk bertindak. Jangan takut menentukan cita-cita yang tinggi. Jangan takut mencoba dan memulai. Jangan takut menerima tantangan. Jangan takut memeras keringat. Jangan takut mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Namun ada kalanya, hasil perjuangan tidak sesuai dengan harapan. Hambatan demi hambatan seolah memang diciptakan untuk menghadang kita. Perjuangan pun bisa gagal total. Ini bisa membuat kita merasa diliputi ketidakpuasan, kecewa, penyesalan. Pada titik seperti ini, kata bijak berikutnya, jangan pernah menyesal, bisa menjadi kunci kebangkitan kita. Buang jauh-jauh pikiran negatif. Penyesalan tidak akan dapat mengubah apa pun, malah hanya membebani dan menghambat langkah kita ke depan. Mampu menerima hasil perjuangan apa adanya adalah bijaksana, tetapi mau tetap bangkit dengan apa adanya kita hari ini adalah luar biasa. Selama kita telah berjuang memberikan yang terbaik dari yang kita miliki, apa pun hasilnya, sukses atau gagal, yang pasti semangat perjuangan itu telah memiliki nilai kesuksesan tersendiri. Jangan takut jangan pernah menyesal”. Begitulah penjelasan panjang lebar yang saya berikan kepada para mahasiswa. Mereka seakan tidak percaya, ternyata apa yang mereka lakukan selama ini mendapatkan evaluasi dan catatan panjang dari dosen. Mereka sangat jarang mendapatkan evaluasi semacam ini. Kebanyakan evaluasi yang diberikan oleh dosen pada soal ujian dan nilai yang muncul pada setiap semester. Kami merasa senang dan berterima kasih atas evaluasi yang bapak berikan kepada kami, kata salah seorang mahasiswa. Mudah-mudahan evaluasi ini menjadi bahan introspeksi diri kami dan sekaligus sebagai bahan masukan untuk kami tindaklajuti dengan sebaik-baiknya. Kami akan berjihad untuk melawan kemalasan pada diri kami.

No comments: